Langsung ke konten utama

Rumi, Syair Cinta untuk Semesta

 


 

 

Judul buku: Ngaji Rumi: Kitab Cinta dan Ayat-Ayat Sufistik

Penulis: Afifah Ahmad

Penerbit: Afkaruna, April 2021

Tebal: 228 Hal.

 

Saat menerima kiriman buku ini, tak perlu menunggu lama untuk menyantap isi bukunya. Mulai dari covernya hingga halaman pertama terus menyeret saya untuk menelusuri isinya, dan mencari ulasan (pengantar) penulisnya tentang buku ini.

Tulisan Afifah Ahmad dalam beberapa waktu ini telah mempengaruhi pikiran saya, bagaimana ia membawa pembacanya untuk menikmati makna dari setiap kalimat yang diungkapkannya. Dan buku ini salah satunya yang menjadi target saya untuk bisa membaca secepatnya.

Afifah Ahmad yang saat ini bermukim di negeri para Mullah, telah mengantarnya bersinggungan langsung dengan teks-teks asli syair-syair Rumi dalam Bahasa Persia. Sehingga, semakin membuat buku ini demikian menarik, kajian yang bersumber dari mata air langsung kemudian diulas dengan bahasa yang lebih segar.

Perjumpaan saya dengan pikiran Afifah Ahmad tertambat di dalam buku ini, selama ini pemahaman saya belum mampu menyentuh secara mendalam akan hakikat dari cinta Rumi. Namun buku ini, mengantarkan saya untuk bisa menyerap aroma cinta syair syair Rumi dengan baik, yang sempat menghilang wanginya dari alam pikiran saya. Afifah dengan  kepiawaiannya telah mengungkap pesan cinta dari bait-bait syair Rumi.

Mengapa ngaji Rumi?

Karena mengaji telah membuka kembali kenangan penulis di masa kecilnya, saat masih berkutat dengan huruf hijaiyah yang mengenalkannya dengan kalam Ilahi. Dan ini juga terilhami dari pengalaman penulis yang mengikuti kelas-kelas kajian Rumi dengan metode pesantren yang membaca dan mebahas baris demi baris matan kitabnya.    

Mengisah tentang Rumi, pikiran kita akan mengingatnya sebagai seorang penyair sufiistik legendaris. Rumi telah membuka mata kita untuk memahami arti cinta kepada Sang Maha Cinta. Walau sebenarnya, Rumi mengatakan bahwa tak ada  kata yang mampu melukiskan keindahan cinta. Tak seorang penulis hebat sekalipun mampu mengolah kata untuk bisa menuliskan keindahan cinta .

Buku ini mencoba memetakan hakikat cinta yang tertuang dalam bait syair Rumi, walau Rumi sendiri tidak pernah mengungkap secara eksplisit apa itu cinta sejati. Namun ia terlukis dengan indah dalam senandung merdu itu.

 

Tak ada sesuatu di dunia ini yang bergerak tanpa motif. Hanya jasad dan roh para pencinta yang berjalan tanpa pamrih. (hal. 33)

 



Sesuatu yang tak pernah berharap pamrih maka di situlah cinta sejati bermukim. Karena cinta sejati itu menggerakkan.

Karena cinta, pahit menjadi manis

Karena cinta, tembaga menjadi emas

Karena cinta, keruh berganti jernih

Karena cinta, derita berganti bahagia

Karena cinta, mampu hidupkan yang tiada

Karena cinta, raja rela menjadi hamba sahaya. (Hal. 33)

 

Di sisi lain yang cukup menyedot perhatian saya adalah bagaimana Afifah Ahmad mengungkap tentang pandangan Rumi terhadap perempuan. Ia melihat perempuan berada pada kedudukan yang sangat mulia.

Rumi mengibaratkan perempuan adalah pantulan cahaya Ilahi, bukan hanya sosok yang dicintai, ia buka sekadar pendamping tetapi ia adalah teman perjalanan spiritual.

Inilah penghormatan terbesar Rumi terhadap perempuan, saat ia menuangkan dalam bait-bait syairnya:

 

Hikmah Tuhan dalam qadha dan qadarnya

Ia jadikan kita para pecinta satu sama lainnya

Seluruh bagian alam tercipta karena ketetapannya

Berpasangan dan menjadi para pecinta pasangannya

Seperti langit yang berkata pada bumi

Engkau dan aku ibarat magnet dan besi

Jika langit adalah lelaki maka bumi sebagai perempuan

Setiap butir biji yang jatuh, bumi akan memeluk dan merawatnya

Ia menafsirkan posisi perempuan sebagai manisfetasi Tuhan yang terus tumbuh dan mengoptimalkan potensinya. Ini adalah sebuah ungkapan yang mematahkan pandangan yang memposisikan perempuan sebagai kelas kedua.

Afifah juga membuat catatan penting. Perempuan, setinggi apapun potensi yang dimilikinya sangat bergantung pada kesadaran dirinya, sehingga ia benar-benar mampu mengoptimalkannya.

Di akhir bab, Afifah menuangkan album puisi Rumi dalam Bahasa Persia asli, menjadikan buku ini sebuah karya penting dan menjadi rujukan bagi siapa saja yang berminat dengan kajian Rumi.

Buku yang diulas dengan gaya storytelling yang apik, membuat buku ini tidak jemu untuk dibaca, berbeda dengan buku kebanyakan yang terkesan berat dan kaku. Afifah menyentuh emosi pembaca lewat bahasanya yang lebih ringan sehingga mampu menyelami lautan hikmah dan menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup yang jernih. Segenap cinta untuk semesta dan pemilik cinta seluruhnya.

 

Banda Aceh, 10 November 2021

  

 

 

Komentar

  1. Jadi pingin memiliki bukunya. Apalagi tipikal bucin seperti saya

    BalasHapus
  2. Kata-kata, berada di tangan penyair yang tajam mata hatinya, menjadi kalimat yang sakti dan menyihir ya

    BalasHapus
  3. jadi penasaran ingin baca, tapi teringat banyak PR buku yang belum dibaca hiks

    BalasHapus
  4. Thanks shering nya bikin baper ini syairnya

    BalasHapus
  5. Perempuan adalan pantulan cahaya Ilahi. 😍

    BalasHapus
  6. Dalem banget hasil review bukunya😊

    BalasHapus
  7. Dari baca ulasan di sini, aku bisa membayangkan betapa penulisnya jago merangkai kata membawa suasana "adem" untuk pembacanya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mab Ajeng, keren kali, saya kenal. Setiap tulisannya memukau karena kemampuan diksi dan storry tellingnya sangat kuat

      Hapus
  8. ah, aku suka sekali bacaan seperti ini.. jadi penasaran mb dengan bukunya. makasih sudah berbagi refrensi..

    BalasHapus
  9. Secara tidak langsung, Rumi menafsirkan kedudukan perempuan merujuk pada penjelasan dalam Al-Qur'an, sebagaimana disebutkan bahwa betapa mulia kedudukan seorang perempuan dalam sudut pandang Islam. Terima kasih atas ulasannya mba, nice review ❤

    BalasHapus
  10. kalo penuturan bukunya story telling pasti menarik banget 😍 jd pengen baca

    BalasHapus
  11. Review bukunya mengalir sekali mbak. Keren.
    Jadi tertarik. Saya ada syair Rumi, Samudra Rubaiyat dkk tapi kurang memahami.😔

    BalasHapus
  12. Cinta, satu kata yang paling sulit didefinisikan. Ini satu kata bisa jadi satu kitab ya.. Kerenn

    BalasHapus
  13. Rumi memgungkapkan cinta pada Ilahi lewat seni..

    BalasHapus
  14. Saya masih kesulitan memahami tulisan sufistik 🙂

    BalasHapus
  15. Karena cinta, pahit menjadi manis

    Karena cinta, tembaga menjadi emas

    Karena cinta, keruh berganti jernih

    Karena cinta, derita berganti bahagia

    Karena cinta, mampu hidupkan yang tiada

    Karena cinta, raja rela menjadi hamba sahaya. (Hal. 33)

    Suka dengan kutipan di atas. Nyatanya kekuatan cinta memang sebesar itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang luar biasa kekuatan cinta ya, mba, Ning

      Hapus
  16. Keren reviewnya mbak

    saya kurang mengerti syair tapi baca reviewnya aja udah asyik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau baca bukunya lebih luas bahsannya dan lebih mudah memahaminya

      Hapus
  17. Bukan termasuk genre buku yang aku suka. Tapi baca review ini sedikit tertarik, apalagi yang pas bagian memuliakan perempuan. Makasih mba atas reviewnya. Review yang singkat dan menarik bahasanya.

    BalasHapus
  18. Kayak dejavu jaman SMA gegara baca tulisan iniii. Aku kenal Rumi pas SMA terus tergiang2 sama kalimatnya

    Jika lelaki adalah langit, maka perempuan adalah bumi.

    Nggak tahu kenapa di pikiranku yg masih remaja labil, itu tuh romantis bangeeet, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang romantis kali syair-syair Rumi, saya pun terkesan dengan bait syair itu ma Novi

      Hapus
  19. Sepertinya bakal betah baca bukunya dalam sekali lahap nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mba, saya sendiri juga begitu baca ga mau lepas, lanjut terus

      Hapus
  20. Terimakasih reviewnya...jadi pengen baca. Biasanya buku-buku sufi berat ya mba. Tapi buku ini menggunakan story telling dalam pembahasannya keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buku ini lebih ringan untuk dibaca dan lebih mudah dipahami karena bahasanya yang tidak njelemit. keren pokoknya

      Hapus
  21. Saya juga suka baca, tetapi belum bisa melahap bacaan yang dalam seperti ini. 😅 Harus baca bulak-balik baru ngeuh.

    BalasHapus
  22. Ia menafsirkan posisi perempuan sebagai manisfetasi Tuhan yang terus tumbuh dan mengoptimalkan potensinya
    Menarik ini yang membuat perempuan merasa mulia

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keteladanan dari Seorang Ibu

Sebuah buku bersampul abu-abu tak ingin saya lepaskan dari genggaman, lembar demi lembar saya bacakan, hingga tersisa beberapa bab lagi. Belum sampai di bab akhir, hati saya berkata bahwa buku ini harus saya antarkan ke rumah ibu. Buku yang sangat menarik untuk dibaca. Saya yakin, ibu pasti senang bila buku ini saya bawakan untuknya. Namun pikiran saya berkecamuk antara mengantarkan ke rumah ibu atau saya selesaikan hingga halaman akhir. Akhirnya saya berinisiatif untuk langsung membawa buku itu ke rumah ibu. Tidak butuh waktu lama untuk tiba ke sana. Saya pun menyerahkan buku tersebut, terlihat ibu antusias sekali menerimanya dan langsung membuka untuk melihat daftar isinya. Ada kilatan bahagia di wajah paruh baya itu, ini menandakan bahwa buku itu begitu menggugah jiwanya. Buku yang berkisah tentang perempuan yang bergelar para wali Allah. buku yang sangat apik untuk diteladani segenap kaum wanita. Berbagai karakter untuk menjadi hamba Allah yang memiliki sikap dan karakter mul

Pustaka Rumah: Awal Literasi bagi Keluarga

    Dokumen Pribadi Buku hijau dengan cover seorang laki-laki muda, telah menyedot perhatian saya untuk membacanya. Sebuah buku biografi intelektual revolusioner Ali Syari'ati. Sang sosiolog Islam. Salah satu sisi kehidupannya mencuri perhatian saya. Ia adalah seorang pecinta buku dan ilmu pengetahuan sejati. Sedari kecil Ali dibiasakan berteman dengan beragam buku bacaan oleh ayahnya. Membaca biografinya, menginspirasi saya untuk memberikan pengalaman mencintai buku-buku untuk keluarga saya. Ali kecil, hari-harinya larut dan tenggelam di antara ribuan koleksi perpustakaan pribadi ayahnya. Saat anak-anak lain seusianya asyik bermain, ia memilih membaca buku-buku sastra, seperti Les Misrable karya Victor Hugo. (sementara saya sendiri membaca buku ini saat sudah jadi mahasiswi he he). Saat tahun pertama di sekolah menengah atas, ia begitu menggandrungi membaca buku-buku filsafat, sastra, syair, ilmu sosial, dan keagamaan. Apa yang terjadi saat ia berada di sekolah? Ia justru